PENINGGALAN SEJARAH IBUKOTA SUMATERA SELATAN
Palembang ibukota Sumatera Selatan, merupakan kota dimana kerajaan Sriwijaya tumbuh dan berkembang pesat. Banyak obyek wisata yang menunjukkan bekas kejayaan kerajaan maritim ini. Namun setelah melewati era keemasan, kerajaan Sriwijaya runtuh dan berganti dengan era Kasultanan Palembang Darussalam. Perubahan ini bisa dilihat dari beberapa obyek wisata yang memperlihatkan kepemimpinan Kasultanan Palembang Darussalam.
Masa ini merupakan penggabungan kebudayaan maritim peninggalan Sriwijaya dan budaya agraris Majapahit. Palembang kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan yang paling besar di Semenanjung Malaka.
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya
Koordinat GPS : 3° 0' 54" S 104° 44' 4" E
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (http://jalan2.com)
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, dikenal dengan Situs Karanganyar, merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang terletak di tepian Sungai Musi. Anda dapat menemukannya di kota Palembang, tepatnya di Jalan Syahkakirti, Karanganyar, Kecamatan Ilir Barat II.
Situs Karanganyar merupakan bukti keberadaan Kerajaan Sriwijaya yang pernah merajai hegemoni di Nusantara. Kawasan ini telah diteliti arkeolog sejak tahun 1984 hingga 1993. Menariknya diperoleh informasi dari foto udara bahwa di wilayah Karanganyar pernah ada kolam-kolam besar, pulau-pulau buatan, dan kanal-kanal buatan yang berhubungan dengan Sungai Musi. Diduga kanal-kanal tersebut dibuat pada masa Sriwijaya untuk jalur transportasi, mengatur banjir, atau sebagai benteng.
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (http://wisatawanalam.blogspot.com)
Jika dilihat dari atas, TPKS ini terdiri dari dua buah pulau kecil yang berbentuk persegi panjang dan bujur sangkar. Pulau yang bujur sangkar dinamai pulau cempaka dengan ukuran 40×40 meter, sedangkan pulau satunya dinamai pulau nangka yang berukuran 623×325 meter. Itulah kenapa di lokasi TPKS ini anda akan menemukan banyak jembatan yang di buat untuk menghubungkan beberapa tempat. Taman ini juga di kelilingi oleh kolam besar dan beberapa parit yang sudah ada sejak dulu sebagai peninggalan fitur yang diperkirakan sudah ada sejak jaman Sriwijaya.
Di pulau cempaka, anda hanya akan menemukan taman, disini juga ada bangunan, tetapi isinya masih kosong. Mungkin satu-satunya tempat yang bisa anda nikmati di pulau cempaka ini adalah sebuah menara empat lantai yang cukup tinggi sehingga anda bisa melihat TPKS dari ketinggian, tapi tak hanya itu, anda bisa melihat view kota Palembang dari ketinggian, walaupun tidak begitu terlihat semuanya karena letak daratan Karang Anyar yang memang tidak terlalu tinggi. Masih di bawah 2 meter dari permukaan sungai musi.
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (https://www.google.co.id)
Sedangkan pada pulau nangka, anda akan menemukan banyak bangunan, yang utama adalah Museum Sriwijaya yang menyimpan berbagai koleksi peninggalan artefak dan peninggalan fitur yang ditemukan saat pembangunan situs purbakala ini serta beberapa prasasti replika yang di temukan dari beberapa situs lainnya. Di museum ini, anda bisa menemukan prasasti, ornamen candi, guci, arca dan potongan kayu kapal yang di perkirakan berasal dari zaman Sriwijaya. Museum ini, secara garis besar terbagi dari tiga ruangan, yakni Lobby yang merangkap ruang ‘zaman pra sriwijaya’, ruang ‘zaman sriwijaya’ yang merupakan ruangan paling luas, dan terakhir ruang ’zaman pasca sriwijaya’ yang koleksinya tampak paling sedikit untuk saat ini, karena banyak lemari yang masih kosong.
Pulau ini juga cukup lengkap karena anda bisa menemukan kantin, musholla, toilet, beberapa pondokkan, serta di sebuah pondok yang besar anda bisa melihat sebuah grup seni tari yang berlatih di tempat ini. Selain itu juga ada gedung yang bisa anda sewa untuk acara-acara tertentu. Hal menarik lain dari tempat ini, mereka menyediakan lahan untuk mengadakan kegiatan outbound. Hampir setiap sabtu sering ada beberapa kelompok pelajar, mahasiswa atau kelompok lain yang menggunakan area TPKS untuk mengadakan kegiatan yang menantang adrenalin tersebut. Sayangnya, peralatan outbound disediakan sendiri oleh pelaksana acara. TPKS hanya bertindak sebagai penyedia lahan.
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (http://commons.wikimedia.org)
Tempat ini biasa dijadikan tempat bersantai melepas penat bagi masyarakat sekitar, selain itu juga ada yang memancing di pinggiran pulau. Tapi yang pasti, tujuan sebenarnya dari pembangunan taman ini adalah untuk wisata sejarah, terutama pengetahuan mengenai kerajaan sriwijaya, karena TPKS merupakan pusat informasi tentang kerajaan sriwijaya.
Kawasan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya merupakan situs arkeologi sekaligus memiliki panorama asri yang hijau dengan suasana tenang. Beberapa bangunan yang terdapat di situs ini adalah menara pandang dan gedung untuk menyimpan benda bersejarah.
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (http://wikimapia.org)
Situs Karanganyar diubah menjadi Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS) saat diresmikan Presiden Soeharto tahun 1994. Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya dikembangkan menjadi tempat wisata budaya sekaligus terlestarikannya sisa-sisa peninggalan masa Sriwijaya.
Benteng Kuto Besak
Benteng Kuto Besak (http://anekatempatwisata.com)
Dibangun pada abad ke 17, Kuto Besak merupakan warisan Kesultanan Palembang Darussalam yang memerintah pada 1550-1823. Arsitek Benteng tidak diketahui dengan pasti, pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan pada seorang Tionghoa. Semen perekat bata menggunakan batu kapur yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur. Benteng ini memiliki panjang 288,75 m, lebar 183,75 m, tinggi 9,99 m dan tebal 1,99 m, berfungsi sebagai pos pertahanan. Lokasi Benteng ini baik secara politik dan geografis sangat strategis karena membentuk pulau sendiri, berbatasan dengan sungai musi di sebelah selatan, sungai sekanak di sebelah barat, sungai kapuran di sebelah utara dan sungai tengkuruk di sebelah timur.
Benteng Kuto Besak (http://wisataraya.com)
Berdasarkan catatan sejarah di Balai Arkeologi Kota Palembang, benteng ini pendiriannya memakan waktu 17 tahun (1780-1797). Pembangunan Benteng Kuto Besak diprakarsai Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah 1724-1758. Konstruksinya dimulai pada 1780 selama era Sultan Mahmud Badaruddin. Benteng ini dimaksudkan sebagai sebuah istana yang dibangun untuk menggantikan Keraton Kuto Lamo Tua atau Benteng Kuto Lamo yang luasnya tidak cukup besar. Saat ini, Benteng Kuto Lamo digunakan sebagai Museum Sultan Mahmud Badarudin II. Benteng Kuto Besak akhirnya digunakan secara resmi sebagai pusat pemerintahan Kesultanan dari 21 Februari 1797.
Jembatan Ampera
Jembatan Ampera (http://pipitfebri.blogspot.com)
Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota, terletak di tengah-tengah kota Palembang, menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi.
Ide untuk menyatukan dua daratan di Kota Palembang ”Seberang Ulu dan Seberang Ilir” dengan jembatan, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. Saat jabatan Walikota Palembang dijabat Le Cocq de Ville, tahun 1924, ide ini kembali mencuat dan dilakukan banyak usaha untuk merealisasikannya. Namun, sampai masa jabatan Le Cocq berakhir, bahkan ketika Belanda hengkang dari Indonesia, proyek itu tidak pernah terealisasi.
Jalan dibawah jembatan Ampera (http://lilgreenyme.blogspot.com)
Jembatan Ampera dibangun pada bulan April 1962, setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Soekarno. Pada awalnya, panjang jembatan ini 1.177 meter dan lebar 22 meter disebut jembatan Bung Karno. Secara resmi dibuka pada tanggal 30 September 1965 oleh Let. Jendral Ahmad Yani. Namun, setelah kekacauan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno berdegung kuat, jembatan itu berganti nama menjadi Jembatan Ampera. Bagaimanapun warga Palembang lebih suka menyebutnya "Proyek Musi".
Museum Sultan Badaruddin II
Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (http://brotherpro-leo.blogspot.com)
Museum Sultan Mahmud Badaruddin II yang berada di seberang Sungai Musi ini memiliki bentuk asli bangunan tidak berubah dari masa awal pendiriannya. Lokasinya di Jalan Sultan Mahmud Badaruddin II No. 2, Palembang.
Di museum ini Anda dapat menikmati sekitar 556 koleksi benda bersejarah, mulai dari bekas peninggalan kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang. Nama Sultan Mahmud Badaruddin II dijadikan nama museum ini untuk menghormati jasanya bagi kota Palembang.
Replika takhta Sultan Palembang (http://id.wikipedia.org)
Museum ini berdiri di atas bangunan Benteng Koto Lama (Kuto Tengkurokato Kuto Batu) dimana Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo dan Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758) memerintah. Berdasarkan penyelidikan oleh tim arkeologis tahun 1988, diketahui bahwa pondasi Kuto Lama ditemukan di bawah balok kayu.
Benteng ini pernah habis dibakar oleh Belanda pada 17 Oktober 1823 atas perintah I.L. Van Seven House sebagai balas dendam kepada Sultan yang telah membakar Loji Aur Rive. Kemudian di atasnya dibangun gedung tempat tinggal Residen Belanda. Pada masa Pendudukan Jepang, gedung ini dipakai sebagai markas Jepang dan dikembalikan ke penduduk Palembang ketika proklamasi tahun 1945. Museum ini direnovasi dan difungsikan sebagai markas Kodam II/Sriwijaya hingga akhirnya menjadi museum.
Jam berkunjung museum:
Senin hingga Kamis: 08.00 – 16.00 WIB
Jumat: 08.00 – 11.30
Sabtu dan Minggu: 09.00 – 16.00
Untuk hari libur nasional akan tutup
Kampung Kapiten
Kampung Kapitan (http://fitrinajihatull.blogspot.com)
Kampung Kapitan beralamat di Kelurahan 7 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kapitan Palembang. Letaknya juga di tepi ulu sungai musi. Kampung Kapitan merupakan sebuah kampung Tionghoa yang ada di Palembang. Tidak hanya pemukiman warga Tionghoa saja, melainkan tempat ini memiliki sejarah dan budaya etnis Tionghoa sejak masa kolonial Belanda.
Kapitan sendiri berarti pemimpin di wilayah ini, dipilih oleh Belanda berdasarkan status ekonomi tertinggi di kampung itu. Pemilihan dengan cara seperti ini dikarenakan, menjadi seorang Kapitan tidak di gaji oleh Belanda. Posisi Kapitan sendiri dalam pemerintahan yakni di bawah Walikota, tetapi masih di atas Camat. Tugas-tugasnya di antara lain, mengurus kependudukan, pernikahan, perceraian serta pembayaran pajak usaha yang nantinya akan di setor ke kompeni Belanda.
Kampung Kapitan (http://thefirsttaker.wordpress.com)
Kampung ini diperkirakan sudah ada sekitar 325 tahun yang lalu, tidak diketahui secara pasti tepatnya, karena hilangnya buku silsilah yang pertama, yaitu buku silsilah generasi 1-7, sedangkan yang ada hanya buku silsilah generasi ke 8-12. Kapitan terakhir adalah generasi ke-10 yakni Tjoa Ham Hin (1850), dan di angkat menjadi Kapitan oleh Belanda pada tahun 1880 sampai beliau meninggal pada tahun 1921. Saat ini, generasi ke-13 masih ada di kampung ini walaupun sudah cukup tua dan sudah lumpuh.
Monumen Penderitaan Rakyat (Monpera)
Monpera (http://fitrinajihatull.blogspot.com)
Bangunan ini terletak di pusat kota tepatnya di depan Masjid Agung. Lokasi tersebut dulunya basis pertempuran Lima Hari Lima Malam. Peletakan Batu Pertamanya dan pemancangan tiang bangunan pada tanggal 17 Agustus 1975 dan diresmikan pada tanggal 23 Februari 1988 oleh Menko Kesra Alamsyah Ratu Perwira Negara.
Monumen ini dibangun unntuk mengenang perjuangan rakyat Sumatera Selatan ketika melawan kaum penjajah pada masa revolusi fisik yang dikenal dengan Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang yang pecah pada tanggal 1 Januari 1947 yang melibatkan seluruh rakyat Palembang melawan Belanda.
Didalam Museum ini kita dapat melihat berbagai jenis senjata yang dipergunakan dalam pertempuran tersebut termasuk berbagai dokumen perang dan benda-benda bersejarah lainnya.
Museum Balaputra Dewa
Museum Balaputradewa (http://jalan2.com)
Museum Balaputradewa terletak di Km 6,5 tepatnya di Jl. Srijaya Negara I No. 288, Palembang, Sumatera Selatan. Museum Balaputradewa dibangun pada tahun 1978 dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 5 November 1984.
Museum ini terletak di areal seluas 23.565 meter persegi. Design arsitektur bangunan museum terinpirasi dari bangunan tradisional Palembang. Awalnya museum ini bernama Museum Negeri Provinsi Sumatera Selatan namun setelah keputusan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1223/1999 tanggal 4 April 1990 nama museum diganti menjadi Museum Negeri Sumatera Selatan Balaputradewa.
Museum Balaputradewa (http://adrian10fajri.wordpress.com)
Museum Balaputradewa memiliki sekitar 3580 buah koleksi yang terdiri dari barang-barang tradisional Palembang, binatang awetan dari berbagai daerah di Sumatera Selatan, beberapa miniature rumah pedalaman, replica prasasti dari arca kuno yang pernah ditemukan di Bukit Siguntang, batu-batu ukir raksasa dari jaman Megalitikum, dan masih banyak lagi.
Koleksi di Museum Balaputradewa dibagi menjadi 10 macam kategori yaitu histografi atau historika (cerita-cerita), etnografi, feologi, keramik, alat-alat teknologi modern, seni rupa (berupa ukiran), flora fauna (biologika) dan geologi serta terdapat rumah limas juga rumah Ulu Ali. Koleksi-koleksi di Museum Balaputradewa ditempatkan pada 3 buah ruang pameran yang dikelompokan menjadi ruang pamer zaman prasejarah, kesultanan Palembang Darussalam dan masa perang kemerdekaan serta tambahan Rumah Limas (rumah/bangunan khas Palembang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar